Kewirausahaan dalam Perspektif Hadist

 



A.    Pengertian

Wirausaha/ wiraswasta atau yang sering dipadankan dengan entrepreneur, secara bahasa (etimologis) wira berarti perwira, utama, teladan, berani. Swa berarti sendiri, sedangkan sta berarti berdiri. Jadi wiraswasta keberanian berdiri sendiri di atas kaki sendiri.[1] 

Dengan demikian pengertian wiraswasta atau wirausaha sebagai padanan entrepreneur adalah orang yang berani membuka lapangan pekerjaan dengan kekuatan sendiri, yang pada gilirannya tidak saja menguntungkan dirinya sendiri, tetapi juga menguntungkan masyarakat, karena dapat menyerap tenaga kerja yang memerlukan pekerjaan[2]

Kewirausahaan adalah padanan kata dari entrepreneurship dalam bahasa inggris, unternehmer dalam bahasa jerman, ondernemen dalam bahasa belanda. Kata entrepreneur dari bahasa perancis, yaitu entreprende yang berarti petualang, pengambil resiko, kontraktor, pengusaha ( orang yang mengusahakan suatu pekerjaan tertentu) , dan pencipta yang menjual hasil ciptaannya[3]

B.     Wirausaha dalam Perspektif Hadis

Islam memberikan penjelasan terkaiat konsep tentang kewirausahaan (entrepreneurship),  diantara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat, memiliki roh atau jiwa yang sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda. Dalam islam digunakan istilah kerja keras, kemandirian (biyadihi), dan tidak cengeng. Setidaknya terdapat beberapa ayat Al-Quran ataupun hadis yang dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian ini, seperti ; “Amal yang paling baik adalah pekerjaan  yang dilakukan dengan cucuran keringatnya sendiri, ‘amalurrajuli biyadihi” ; “Tangan diatas lebih baik daripada tanagn dibawah”; “al yad al ‘ulya khairun min al yad al sulfa “(dengan bahasa yang sangat simbolik ini Nabi mendorong umatnya untuk kerja keras supaya memiliki kekayaan, sehingga dapat memberikan sesuatu pada orang lain).

Bekerja keras merupakan esensi dari kewirausahaan. Prinsip kerja keras, menurut Wafiduddin adalah suatu langkah nyata yang dapat menghasilkan kesuksesan (rezeki), teapi harus melalui proses yang penuh dengan tantangan (risiko). Dengan kata lain, orang yang berani melewati reziko akan memperoleh peluang rezeki yang besar. Kata rezeki meiliki makna bersayap, rezeki sekaligus risiko (Wijatno :2009)

Rasulullah bersabda:

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيْلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْيَدُالْعُلْيَا خَيْرٌمِنْ الْيَدِالسُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ وَخَيْرُالصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللّهُ وَعَنْ وُهَيْبِ قَالَ أَخْبَرً نَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا

Nabi SAW bersabda : “Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah, mulailah orang yang wajib kamu nafkahi, sebaik-baik sedekah dari orang yang tidak mampu(diluar kecukupan), barang siapa yang memelihara diri (tidak meminta-minta) maka Allah akan memeliharanya, barang siapa yang mencari kecukupn maka akan dicukupi oleh Allah.”

Dari aktivitas perdagangan yang dilakukan, Nabi dan sebagian besar sahabat telah mengubah pandangan dunia bahwa kemuliaan seseorang bukan terletak pada kebangsawan darah, tidak pula pada jabatan yang tinggi, atau uang yang banyak, melainkan pada pekerjaan.

Kewirausahaan merupakan ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan optimisme, dorongan semangat dan kemampuan memanfaatkan peluang.

Adapun entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kombinasi unsur-unsur kewirausahaan (secara) internal, mengolah dan berani menannggung resiko untuk memanfaatkan peluang usaha dan menciptakan sesuatu yang baru dengan ketrampilan yang dimiliki.

Rasulullah bersabda :

حَدَّ ثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ عَمَّا رٍ كَشَا كِشٍ قَالَ سَمِعْتُ سَعِيْدًا الْمُقْبُرِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ الْكَسْبُ يَدِلْعَامِلِ إِذَانَصَحَ                                                      

Nabi SAW bersabda : “Usaha yang paling baik adalah hasil karya seseorang dengan tangannya jika ia jujur (bermaksud baik).”

Rasulullah menyatakan bahwa usaha yang paling baik adalah berbuat sesuatu dengan tanganya sendiri dengan syarat jika dilakukan dengan baik dan jujur. Hadis tersebut berarti usaha seseorang dengan tangannya dapat dimaknai dengan wirausaha, karena melakukan sesuatu dengan tanggannya berarti seseorang dituntut dapat menciptakan sesuatu dan dapat memanfaatkan peluang dan kemampuan yang dimiliki. Maksudnya seorang muslim hendaknya melakukan wirausaha dengan menciptakan sesuatu berdasarkan kemampuan yang dimiliki, berkarya tanpa henti untuk berinovasi, memanfaatkan peluang yang ada, agar dapat mencapai keuntungan yang optimal.

            Dalam al-Qur’an dijelaskan agar manusia mencari keuntungan dari apa yang diciptakan Allah SWT semisal lautan. Oleh sebab itu, setiap muslim diwajibkan untuk berusaha mengembangkan sesuatu yang bermanfaat,. Allah SWT menyukai orang-orang yang kuat dan mau berusaha, serta mampu menciptakan kreasi baru yang lebih baik untuk kebahagiaan didunia dan akhirat.

Rasulullah bersabda :

حَدَّثَنَا يَزِيدُ حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ عَنْ وَائِلٍ أَبِي بَكْرٍ عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ بْنِ رَا فِعٍ بْنِ خَدِيْجٍ عَنْ جَدِّهِ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجٍ قَالَ قِيْلَ يَاسُولَ اللّهِ أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ  قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ

Rasulullah ditanya: “ usaha apa yang paling baik?” beliau menjawab: “usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan jual beli yang baik.”

حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ قَالَ حَدَّثَنَا شَرِيْكٌ عَنْ وَائِلٍ عَنْ جُمَيْعِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ خَالِهِ قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَفْضَلِ الْكَسْبِ فَقَالَ بَيْعٌ مَبْرُورٌ وَعَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ

Rasulullah ditanya tentang usaha yang paling utama, beliau menjawab: “jual beli yang baik dan usaha yang dilakukan seseorang dengan tangannya sendiri.”[4]

Rasulullah bersabda :

عَنْ عَاصِمْ بْنِ عُبَيْدِ الله عَنْ سَالِمْ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ للهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (أخرجه البيهقى).

Dari ‘Ashim Ibn ‘Ubaidillah dari Salim dari ayahnya, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: “Sesungguhnya Allah menykai orang mukmin yang berkarya.”(HR. Al-Baihaqy).

Isi kandungan hadits ini menjelaskan bahwa Allah SWT. lebih mencintai hamba-hambanya yang mukmin untuk berkarya atau bekerja keras. Seseorang yang berwirausaha mempunyai jiwa untuk berkarya dan biasanya mereka mempunyai karakter wirausahawan yang melekat pada dirinya, seperti proaktif, produktif, pemberdaya, dermawan, kreatif, inovatif, rendah hati, dan sifat baik lainnya.

1.      Proaktif, suka mencari informasi yang ada hubungannya dengan dunia yang digelutinya, agar mereka tidak ketinggalan informasi sehingga segala sesuatunya dapat disikapi dengan bijak dan tepat.

2.      Produktif, mementingkan pengeluaran yang bersifat produktif daripada yang bersifat konsumtif merupakan kunci untuk sukses. Memperhitungkan dengan teliti, dan cermat dalam memutuskan pengeluaran uang untuk hal-hal yang produktif bisa menekan kecenderungan pada hal-hal yang bersifat kemewahan, dan gengsi yang tidak menghasilkan keuntungan.

3.      Pemberdaya, memahami manajemen, menangani pekerjaan dengan membagi habis tugas dan memberdayakan orang lain dalam pembinaannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan demikian di satu sisi tujuan bisnisnya tercapai, dan di sisi lain orang yang bekerja padanya juga di berdayakan sehingga mendapat pengalaman, yang pada gilirannya nanti dapat berdiri sendiri berkat pemberdayaan yang dilakukan oleh pemimpinnya.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW. “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya”.

4.      Tangan di atas, setiap rezeki yang diterima harus ada sebagian yang dibagikan kepada orang-orang yang kurang beruntung yang diberikan secara ikhlas. Bagi para wirausaha tangan di atas (suka memberi) ini merupakan hal penting dalam hidupnya karena setiap pemberian yang ikhlas menambah kualitas dan kuantitas rezekinya dan hidupnya penuh berkah. Itulah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. dalam salah satu hadisnya “Tangan di atas lebih mulia dari tangan yang di bawah”.

5.      Rendah hati, sejatinya menyadari keberhasilan yang dicapainya bukan sepenuhnya karena kehebatannya, tetapi ia sadar betul di samping upayanya yang sungguh-sungguh ia juga tidak terlepas dari pertolongan Allah, dan harus diyakini betul bagi para wirausaha muslim, sehingga akan selalu bersyukur dan tawadhu (rendah hati).

6.      Kreatif, mampu menangkap dan menciptakan peluang-peluang bisnis yang bisa dikembangkan, sehingga ia tidak pernah khawatir kehabisan lahan bisnisnya.

Inovatif, sifat inovatif selalu mendorong kembali kegairahan untuk meraih kemajuan dalam berbisnis. Mampu melakukan pembaruan-pembaruan dalam menangani bisnis yang digelutinya, sehingga bisnis yang dilakukannya tidak pernah usang dan selalu dapat mengikuti perkembangan zaman.

Bekerja keras bernilai ibadah dan mendapat pahala apabila dilakukan dengan ikhlas sesuai dengan tuntutan dan tidak bertentangan dengan ketentuan syari’ah. Islam memposisikan bekerja sebagai kewajiban kedua setelah shalat. Semua yang kita lakukan dalam berwirausaha akan dipertanggungjawabkan dalam pengadilan Allah di hari kiamat nanti. Baik cara mendapatkannya, mengumpulkannya, sumber kehalalannya, serta pemanfaatan harta yang dikumpulkan.

Bekerja keras dengan etos kerja Islami maksudnya bekerja yang didasari budaya kerja Islami yang bertumpu pada akhlakul karimah. Ciri orang yang bekerja dengan etos kerja Islami nampak pada sikap dan prilaku dalam kehidupan sehari-hari seperti, leadership, menghargai waktu, ikhlas, jujur, berkomitmen, istiqomah, konsekuen, disiplin, percaya diri, kreatif, bertanggung jawab, berjiwa wirausaha, dan sebagainya.[5]

Rasulullah bersabda :

عَنْ أَنَسَ بْنِ مَلِكٍ قَالَ ، قَالَ رَسُلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ دُنْيَاهُ لآخِرَتِهِ وَلا آخِرَتُهُ لِدُنْيَاهُ حَتىَّ يُصِيْبُ مِنْهُمَا جَمِيْعًا فَإِنَّ الدُّنْيَ بَلاغٌ إِلَى الآخِرَةِ وَلاَتَكُوْنُوْا كلاَّ عَلَى النَّاس   ( رواه الديلمي وابن عساكر ).

“Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: bukankah orang yang paling baik di antara kamu orang yang meninggalkan kepentingan dunia untuk mengejar akhirat atau meninggalkan akhirat untuk mengejar dunia sehingga dapat memadukan keduanya. Sesungguhnya kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju kehidupan akhirat. Janganlah kamu menjadi beban orang lain. (HR. Ad-Dailamy dan Ibnu Asakir).

Hadits ini menjelaskan tentang keseimbangan hidup di dunia dan akhirat. Kehidupan yang baik ialah kehidupan seseorang yang mampu menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya dengan menyadari bahwa kehidupan di dunia tidak abadi, dan bekal hidup di akhirat hanyalah amal shaleh yang dikerjakan selama hidup di dunia, seperti yang dikatakan orang Jawa; “Urip iku mung mampir ngobe”. Umat Islam dilarang untuk menjadi beban orang lain, maka dianjurkan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan kemampuannya sendiri, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Asakir, “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup untuk selamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok”.[6]

Rasulullah bersabda :

عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيَكْرِبَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : مَا أَكَلَ اَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِيَّ الله دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَم كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ. (رواه البخارى ).

“Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib RA. : Nabi SAW. bersabda, “tidak ada makanan yang lebih baik dari seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya sendiri. Nabi Allah, Daud AS. makan dari hasil keringatnya sendiri.” (HR. Al-Bukhori).

Hadits ini berisi anjuran makan dari hasil usaha sendiri. Rasulullah SAW.. menganjurkan umatnya supaya berusaha memenuhi hajat hidup dengan jalan apapun menurut kemampuan asal jalan yang ditempuh itu halal. Penjelasan hadits di atas bahwasanya nabi Daud AS. di samping sebagai Nabi dan Rasul, juga seorang raja. Diceritakan dalam hadits nabi SAW., bahwa apa yang dimakan oleh nabi Daud AS. adalah jerih payahnya sendiri dengan bekerja yang menghasilkan sesuatu sehingga dapat memperoleh uang untuk keperluan hidupnya sehari-hari.[7]

            Dengan demikian dalam melakukan usaha, disamping harus mempunyai etos kerja yang tinggi, seorang muslim harus mempunyai jiwa wirausaha agar usaha dapat berkembang dengan baik, dan tidak mengalami kerugian, karena pada hakikatnya kewirausahaan adalah untuk muningkatkan kualitas hidup  seseorang dengan mewujudkan gagasan inovatif dan kreatif.



[1] Handri Rahardjo, Kalo Gak Mau Kaya, Jangan Berwirausaha (Yogyakarta: Penerbit Cakrawala, 2009), hlm. 15.

[2] Ma’ruf Abdullah, Wirausaha Berbasis Syari’ah (Banjarmasin: Antasari Press, 2011), hlm. 1.

[3] Muhammad anwar, pengantar kewirausahaan teori dan aplikasi (jakarta: prenada,2014)hlm,2

 

[4] Muhammad anwar, pengantar kewirausahaan teori dan aplikasi (Jakarta: prenada,2014) hlm, 126-212

[5] Ma’ruf Abdullah, Wirausaha Berbasis Syari’ah, (Banjarmasin: Antasari Press, 2011), hlm. 3-8.

[6] Buya H.M. Alfis Chaniago dan Saiful El-Usmani, Kumpulan Hadis Pilihan, (Jakarta: Dewan Mubaligh Indonesia, 2008), hlm. 98.

[7] Husaini A. Majid Hasyim, Syarah Riyadhush Shalihin 2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993), hlm. 347.

 

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال